"We cannot change our past... we cannot change the fact that people will act in a certain way. We cannot change the inevitable. The only thing we can do is play on the one string we have, and that is our attitude. I am convinced that life is 10% what happens to me and 90% of how I react to it. And so it is with you... we are in charge of our Attitudes."- Charles R. Swindoll
Photo By Me
Obrolan semakin asyik, bapak-bapak dari salah satu warung di Kansas mengambil piring dan mangkuk kotor sisa makanan kawan saya. Saya menghisap rokok lalu meminum kopi yang saya beli di Kantin itu beberapa menit yang lalu. "Jadi, pimpinan kami disini sangat memperhatikan regenerasi dan kebersamaan. Walau kadang tersendat karena kelakuan anak buahnya yang kurang berpengalaman, tapi esensinya adalah dia menganggap lembaga ini adalah bentukan tim bukan perorangan. yang dimasa depan akan berguna bagi generasi penerusnya." Padahal, pimpinannya adalah orang yang berhasil masuk dalam 'ring satu' pemegang kekuasaan Negara ini setiap periodenya. Begitupun dengan tingkat intelektualnya. " Seandainya dia mau melakukan ini semua sendirian, dia pasti bisa". Serunya, sambil mengeluhkan perutnya yang menjadi panas akibat menyantap makanan semacam gulai tadi.
"Mereka yang hanya tahu hitam dan putih, tak mengherankan bila terkaget-kaget melihat warna-warni yang lain"-Gusmus. Photo By Me
Langit-langit yang tadinya jerami kini menjulang tinggi seperti corong atau dari sudut pandang lain seperti kuncup tenda dengan tumpuan besi beton yang kokoh, sehingga memberi kesan seperti penyaring suara para penyair. Setidaknya, perbedaan itu yang saya lihat setelah lama tidak hinggap di Kantin Sastra yang berada dalam Universitas ternama di Depok. "Sudah berapa lama, 5 tahun?" "apa yang terlewatkan?" ujarnya sambil menyantap hidangan semacam gulai yang nantinya menjadi petaka bagi perutnya. "Di luarnya sih tenang, didalamnya bergejolak." hanya itu kalimat saya di awal pertemuan yang bisa keluar saat ditanya demikian, bersamaan dengan suara adzan isya.
One, two melodies, and you are there. I'm not singer, but i know that. some song are beyond magical-Galuh
Photo by Elan Budikusumah
Lagu menidurkan anak
seperti nina bobok adalah media
komunikasi untuk mengekspresikan kecintaan orang tua dengan cara menghibur
anaknya melalui nyanyian-nyanyian, tentu harapannya adalah anak mereka dapat
tidur. Atau saat media elektronik memberitakan kejadian bencana yang menimpa di
suatu Negeri, selalu disisipi musik sebagai pengantar hasil peliputannya, agar penonton
dapat ikut bersimpatik dan berempati dengan kejadian tersebut. Walaupun pada
kenyataannya musik yang digunakan pada dua contoh ini dalam konteks komunikasi
belum tentu berhasil sebagaimana yang diharapkan, namun setidaknya sudah
terjadi sebuah perlakuan komunikasi, musik dijadikan sebagai media perantaranya.
Foto by : Gilang Ain Nuraga
Oh so strange...hanging out every time to reach the end. You never know how anything will change
"Tapi, kehilangan selalu sebab utama rasa sedih ini
menguat. Kembali menyeruak bersama kesadaran yang muncul tentang bagaimana
begitu banyak waktu tersia-siakan. Waktu yang berada didepan seolah-olah tidak
akan menyisakan apapun. Semua potensi yang baik telah tersia-siakan diwaktu
yang sudah lampau. Bagaimana saya memulai lagi? Sumber daya apa yang masih
tersisa untuk saya? seandainya saya tahu, seandainya saya bisa mengerti
kehidupan ini. Oh, betapa yang sudah berlalu begitu merisaukan...terkadang
meninggalkan pikiran tentang bagaimana dirimu akan berakhir sendiri dan mati
dengan cara yang sepi. Ah, saya tidak mengerti kehidupan ini. Seandainya saja
saya bisa mengetahui rahasia yang ada didalamnya."
Melalui buku ini, Tauchid seolah ingin menyadarkan kita
dan mengingatkan bahwa masalah agraria merupakan persoalan fundamental dan
kompleks bagi bangsa Indonesia.Dalam
bukunya yang berjudul ”Masalah Agraria Sebagai Masalah Kehidupan Dan Kemakmuran
Rakyat Indonesia” Mochammad tauchid mengawali tulisannya dengan suatu
pernyataan yang menggugah, yaitu ”Soal agraria (soal tanah) adalah soal
hidup dan penghidupan manusia, karena tanah adalah asal dan sumber makanan.
Soal tanah adalah soal hidup, soal darah yang menghidupi segenap manusia.
Perebutan tanah berarti perebutan makanan, perebutan tiang hidup manusia. Untuk
itu orang rela menumpahkan darah, mengurbankan segala yang ada untuk
mempertahankan hidup selanjutnya”.
"Karena nenek moyangku orang pelaut, merinding rasanya, mendengar dan melihat langsung pasukan TNI AL yang tetap eksis mewarisi dan meneruskan perujuangan nenek moyang bangsa sebagai bangsa maritim. Meninggalkan keluarga hanya untuk mengemban peran universal TNI AL yaitu: Military, Constabulary and Diplomacy Role." Sepenggal kalimat tersebut tertulis dalam buku Kodrat Maritim Nusantara karya Letkol Laut Salim.
"Paling banyaknya penyakit hati ialah hasil daripada cintanya pada kedudukan/jabatan diantara manusia" - Al habib ali al jufri.
Bagaimana bisa saya menjadi perencana yang baik dan tergolong layak. Dengan impian yang begitu besar untuk berbuat sesuatu, walau saat ini saya sedang studi di Ilmu Perencanaan Wilayah dengan berbagai materi yang telah didapat dan tengah mendapatkan kesempatan untuk mempin sebuah tim yang berkelanjutan. Namun, terasa kurang atas kemampuan diri ini untuk menjadi seorang pemimpin. Padahal, Bukankah memang kita berada di dunia ini bertugas untuk menjadi pemimpin, dengan hal paling dasarnya adalah memimpin diri sendiri.
"Dan jadikanlah ilmu yang diiringi cita rasa sebagai penuntunku dalam memahami makna rahasia kebersamaan". Al Imam Ali bin Muhammad Al Hanashi dalam Alrashafat.
Kekhawatiran saat ini adalah jika saya tidak bisa membedakan yang mana ilmu dan yang mana informasi. Hingga tidak tertarik terhadap ilmu-ilmu yang lebih kekal, timeless, seperti ilmu agama, kesusastraan, dan humaniora lainnya. Hingga berpendapat bahwa ilmu-ilmu tersebut tidak dapat berfungsi untuk memperkaya diri, yang berujung pada materialistik. Walau memang kemiskinan itu dekat dengan kekufuran. Namun, bukankah tiap ilmu memiliki folosofinya sebelum memperdalam ke tataran teknis?
Tempo hari, oleh teman ditanya tentang siapa yang menginspirasi kehidupan saya. Saya bingung jika ditanya mengenai siapa yang menjadi inspirasi dari segala kehidupan saya secara general. Namun untuk hal, situasi dan keadaan tertentu saya memilikinya, banyak. Semisal dalam sisi pendidikan tertentu, saya terinspirasikan oleh salah satu guru saya. Lain halnya dengan teman-teman yang menjadi inspirasi bagi saya dalam berbagai hal tertentu.
Bukan soal terasingkan atau mengasingkan diri. Bukan juga mengenai amnesia atau putus asa. Hanya saja dalam segala moment, sering mendadak mempertanyakan diri sendiri. Siapa? Bagaimana? Apa? Kenapa? Dimana?
Misalnya saja seperti saat saya berpergian extream sendirian saat menyusuri panturan dengan berjalan kaki dan bertemu banyak orang, dengan awal niat yang kokoh namun ditengah jalan selalu bertanya kenapa melakukan ini, dimana ini. Pun saat melakukan kegiatan atau pekerjaan yang sesuai dengan passion bersama tim, dengan lantang di awal selalu bersemangat dan selalu optimis. Namun ntah kenapa ditengah jalan selalu bertanya siapa mereka, ntah siapa mereka, saya bertanya dimana saya.
Hal itu terjadi juga saat sedang berinteraksi langsung, baik berdua saja, atau dengan sekumpulan orang dalam segala lingkungan. Kenapa dia dan mereka bertanya begitu, kenapa saya jadi seperti itu, dan berujung pada pertanyaan. Saya dimana?
Tidak ada solusi mengenai ini. Karena hal ini, masih terus berjalan ntah sampai kapan. Mungkin saja saat bercakap dengan kamu pun. Ini tergambarkan percis, seperti yang dikata oleh dialog dini hari. Apakah kamu pun?
Mengingat apa yang dilalui di sekitar. Seperti seorang teman di lingkungan yang penuh kesenangan tetiba menjadi gundah karena suatu kabar. Seperti di jalan pulang menaiki kendaraan bersama penumpang di sebelah yang tak dikenal, bermula raut wajah yang datar namun dikarena telepon yang menyaut, wajah datarpun menjadi berseri, ternyata diseberang telepon sana terdengar suara anak kecil yang menanyai kabar.
Begitupun terjadi pada berbagai peristiwa, anak muda selengean tanpa ragu membantu penyebrang jalan yang renta yang ragu akan melangkah. Pun ketika di terminal, sang renta berkerut wajah terlihat bimbang tentang pilihan mengangkut berbagai barang, namun seketika sang preman membantunya.
Pun terjadi pada diri, ketika optimis datang, seringkali semua menjadi gusar diakhiran. Atau ketika sedang gusar, malah seketika berubah menjadi menyenangkan. Semua seperti alam. Bencana yang menghancurkan namun di akhiri dengan keindahan, pun sebaliknya. Adalah karena menjaga keseimbangan.
Tenang, kita tak akan tersesat mencari jalan pulang, karena kita tak akan tumbang dengan rintangan. Semua karena cinta yang tak berujung.
Sedikit melihat masa lalu yang kelam, walau memang kebenaran itu relatif namun tak salah untuk disampaikan. Seperti pembantaian terhadap tuan tanah pasca kemerdekaan dengan cara agitasi, profokasi, intrik dan fitnah untuk menentang feodalisme tuan tanah. Apakah hal itu karena doktrin tuan tanah ataupun sang pemuka kepada para penggarap yang menyatakan bahwa rizki sudah ada yang mengatur dan orang miskin akan di hisab lebih sedikit di pasca dunia? tapi, bukan kah kemiskinan itu mendekati kekufuran?
Mungkin sejarah bangsa ini yang notabene bermuara pada feodalisme, sulit untuk dirubah. Sampai saat ini pun masih terjadi praktik patrimonial, atau yang lebih familiar disebut Neo-Patrimonial. Bukan lagi bicara mengenai tuan tanah, namun tuan pejabat. ntah apapun dan dimanapun berpijak, yang tertinggilah menentukan berhak tidaknya walau tidak sepatutnya di laksanakan.
Sampailah pada situasi "Prisioners Dilema". Situasi serba salah ini terjadi disaat masing-masing pihak terjangkit penyakit mementingkan diri sendiri serta kehilangan kepercayaan. Awalnya together tapi menjadi hedonistik, individualis, dan selfish. Petinggi yang salah dan mereka yang tersisih menjadi cari aman ditengah ketidakbenaran. Mungkin semua karena gengsi dan fakir pengakuan?
Mengatasi tragedi ini telah dijawab dengan kemunculan agama. melalui tasawuf membentuk prilaku diri (individu), kejernihan wawasan agama, dan kebangsaan termasuk mengenai social capital. Risalah Sufi-pun menjelaskan bahwa celaka bagi mereka yang bersikap bodoh ataupun berpura-pura bodoh dan menentang kebenaran.
Paragraf inipun mungkin hanya kesia-siaan, karena semesta, ia buta aksara, bergulir tak kenal arah. seperti genangan, akankah kita bertahan atau perlahan menjadi lautan. Lagu dari Banda Neira-pun menjadi penenang seperti hujan di mimpi.
Janganlah bersandiwara, mendiamkan Lautan tak kenal arah.
Sejarah Manusia akan selalu berubah karena konteks kehidupan silih berganti. Namun, Risalah Sufi telah menjelaskan bahwa diri ini memiliki 3 (tiga) bagian untuk menghadapi kedinamisan zaman : Nabati (tumbuh), Hewani (bergerak dan insting responsif), dan Insani (akal dan hati). Singkatnya, nabati melangsungkan pertumbuhan, hewani melangsungkan aksi, dan insani mendekritkan kebaikan ataupun kejahatan,
Apa yang paling kita semua khawatirkan adalah menghadapi ketidakpastian masa depan tentang berbagai hal, bahkan tak jarang kekhawatiran itu muncul akibat masa lalu jua. Dunia bahkan pasca dunia memang telah di gariskan. Perkembangan zaman, perubahan lingkungan, akademik, karir, materi, keturunan dan cinta adalah bahan yang selalu di imajinasikan. Memang, impian melampaui rasionalitas. Tapi, apakah itu semua hanya dipasrahkan atau bahkan terjebak dengan keadaan, baik lingkungan ataupun masa lalu.
Kita khawatir dengan yang tak pasti. Pilihannya, apakah jalani saja apa adanya atau melakukan perencanaan. Pilihan pertama menggoda walau terkesan pasrah, sedangkan pilihan kedua sulit diterima karena terlihat kompleks namun berpondasi. tapi, bukankah filosofi perencanaan adalah untuk menghadapi ketidakpastian masa depan?
Mungkin benar apa yang dikata Mr. Sonjaya dalam lagu sang filsuf, bahwa cinta itu adalah peduli terhadap diri sendiri.
Keyakinan, memiliki daya pengaruh lebih besar daripada rasionalitas. Otokritik adalah pembesar jiwa bagi para penyendiri untuk dapat meyakinkan dirinya sendiri sebelum orang lain.
Sikap reformis dan semangat perubahan adalah bakat natural dari bakat leadershipnya. Sehingga kecenderungan dapat mentransformasikan gagasan baru ke gagasan yang lebih hebat kepada perspektif yang lebih tinggi melampaui rasionalitas (yaitu : impian, khayalan, imajinasi, kepercayaan).
Setiap orang pernah berkontemplasi/bertafakkur. jadi, semakin kenalilah diri sendiri dengan terus berkontemplasi. karena introvert, berkontemplasi/bertafakkur itu adalah modal bagi para scientist, seniman, filsuf, dan pembawa ideologi untuk merubah zaman yang objeknya adalah manusia.