Sandiwara Dilautan

§ 0

Sedikit melihat masa lalu yang kelam, walau memang kebenaran itu relatif namun tak salah untuk disampaikan. Seperti pembantaian terhadap tuan tanah pasca kemerdekaan dengan cara agitasi, profokasi, intrik dan fitnah untuk menentang feodalisme tuan tanah. Apakah hal itu karena doktrin tuan tanah ataupun sang pemuka kepada para penggarap yang menyatakan bahwa rizki sudah ada yang mengatur dan orang miskin akan di hisab lebih sedikit di pasca dunia? tapi, bukan kah kemiskinan itu mendekati kekufuran?

Mungkin sejarah bangsa ini yang notabene bermuara pada feodalisme, sulit untuk dirubah. Sampai saat ini pun masih terjadi praktik patrimonial, atau yang lebih familiar disebut Neo-Patrimonial. Bukan lagi bicara mengenai tuan tanah, namun tuan pejabat. ntah apapun dan dimanapun berpijak, yang tertinggilah menentukan berhak tidaknya walau tidak sepatutnya di laksanakan.

Sampailah pada situasi "Prisioners Dilema". Situasi serba salah ini terjadi disaat masing-masing pihak terjangkit penyakit mementingkan diri sendiri serta kehilangan kepercayaan. Awalnya together tapi menjadi hedonistik, individualis, dan selfish. Petinggi yang salah dan mereka yang tersisih menjadi cari aman ditengah ketidakbenaran. Mungkin semua karena gengsi dan fakir pengakuan?

Mengatasi tragedi ini telah dijawab dengan kemunculan agama. melalui tasawuf membentuk prilaku diri (individu), kejernihan wawasan agama, dan kebangsaan termasuk mengenai social capital. Risalah Sufi-pun menjelaskan bahwa celaka bagi mereka yang bersikap bodoh ataupun berpura-pura bodoh dan menentang kebenaran.

Paragraf inipun mungkin hanya kesia-siaan, karena semesta, ia buta aksara, bergulir tak kenal arah. seperti genangan, akankah kita bertahan atau perlahan menjadi lautan. Lagu dari Banda Neira-pun menjadi penenang seperti hujan di mimpi.



Janganlah bersandiwara, mendiamkan Lautan tak kenal arah.

What's this?

You are currently reading Sandiwara Dilautan at Marine Kenzi.

meta

§ Tinggalkan Pesan