![]() |
Photo by marinekenzi |
"Karena nenek moyangku orang pelaut, merinding rasanya, mendengar dan melihat langsung pasukan TNI AL yang tetap eksis mewarisi dan meneruskan perujuangan nenek moyang bangsa sebagai bangsa maritim. Meninggalkan keluarga hanya untuk mengemban peran universal TNI AL yaitu: Military, Constabulary and Diplomacy Role." Sepenggal kalimat tersebut tertulis dalam buku Kodrat Maritim Nusantara karya Letkol Laut Salim.
Melalui buku tersebut, selain menjelaskan mengenai strategi yang diemban oleh TNI AL, sang penulis mengajak kita untuk memperhatikan pentingnya sejarah, budaya dan spritualitas sebagai pondasi agar menjadikan lautan nusantara sebagai kebutuhan sehingga dapat menciptakan sekaligus mempertahankan berbagai kebijakan politik, ekonomi, hukum dan pertahanan yang sesuai dengan kondisi Geografis dan Kemajemukan Negeri ini. Dalam buku tersebut disampaikan bahwa diperlukan 6 (enam) elemen pokok untuk membangun kekuatan maritime, yaitu : Geographical Position, Physical Confirmation, Extent of Territory, Number of Population, Character of the People, dan Character of Government. Dari ke 6 elemen pokok tersebut, sang penulis menyadari ada dua kategori urgensi yang harus diperbaiki, yaitu Character of the People dan Character of Government.
Punulis mengkritisi bagaimana bangsa Indonesia menjadi objek budaya, bukan pelaku budaya. Karena sebagai bangsa yang terdiri dari pelbagai suku bangsa budaya dan agama, hidup dalam suatu Negara dengan lingkungan kelautan, maka bangsa Indonesia memerlukan ciri-ciri bahari sebagai nilai-nilai kebangsaan dan wawasannya. Seperti yang ditunjukkan dalam masa kejayaan Sriwijaya-Majapahit-Demak. Menurut Karl Jaspers dalam Salim, bahwa kosmologi membuat kebudayaan menjadi sistem realitas dan sistem makna. Selanjutnya, kebudayaan menjelma menjadi pengetahuan kolektif dan orang-orang yang hidup dalam kebudayaan itu mendapatkan system keyakinan dan pengetahuan sebagai pedoman dan orientasi bagi gerak hidupnya.
Walau masih aktif di dunia kemiliteran khususnya TNI AL, penulis secara berani mengkritik karakter pemerintah yaitu wibawa dan patriotismenya baik eksekutif maupun legislatif yang penuh dengan intrik politik aji mumpung tanpa memperhatikan kebijakan yang berkelanjutan. Diantaranya penulis mengutip artikel Tempo Interaktif yang menyatakan bahwa 76 Undang-Undang telah di intervensi oleh asing serta mengkritisi dampak warisan pemerintahan orde baru yang berorientasi pada logika proyek. Sehingga menjadikan anggaran sebagai dewa, upah sebagai motivasi, dan komisi serta markup sebagai modus operandi penggelembungan dana.
Secara garis besar, tulisan Letkol Salim memberikan pandangan baru bahwa gerakan moral lah yang menjadi penggerak perubahan untuk diakomodir dalam sistem demokrasi. Maka tidak heran jika kita menemukan banyak penggalan ayat-ayat suci, sejarah dan budaya yang kesemuanya bermuara pada rasa membangkitkan makna laut dalam kehidupan kita. Hanya saja yang menjadi kelemahan buku tersebut adalah kurangnya pustaka-pustaka sebagai penguat atas tulisan yang disampaikan.
Judul : Kodrat Maritim Nusantara, Catatan Strategis Kemaritiman
Penulis : Letkol Laut (P) Salim, S.E
Penerbit : Leutikaprio
ISBN : 978-602-225-933-6
Halaman : 356